Jogja Seteh : Chapter Dua

Posted on Kamis, 20 Desember 2012 |

Selesai dari museum, kami pecut motor menuju Taman Sari. Taman Sari ini dulunya komplek istananya Sultan Jogja, ada villanya, juga ada kolam pemandiannya, dan taman-taman air. Karena baru pertama kali kesana jadi kami tidak tahu apa-apa, dan karna katanya Taman Sari itu tempat pemandian, yang ada di benak saya adalah saya bakal berkunjung ke tempat pemandian umum yang dulunya adalah tempat pemandian pejabat keraton. *serius ini. Tapi sesampainya disana saya tidak melihat ada kolam sama sekali, apalagi suara orang-orang riuh dari dalam, biasanya kan kalau di kolam umum dari luar saja udah kedengaran ramenya suasana dari arah kolam.
pemandangan dari gerbang utara Taman Sari, yang bunder dan ada tangganya itu bakal jadi panggung sendra tari
Seorang tukang parkir menyeru saya “Area sini luas mas, kesana-sananya masih ada kalau mau jalan-jalan” kami mengangguk-ngangguk. Kami memulai perjalan ke dalam, dan yang kami temui hanyalah reruntuhan, bangunan yang sudah usang dimakan zaman. Entah fungsi bangunan ini dulu apa saya tidak mengerti sama sekali, kami sibuk menjajah bangunannya yang berlika-liku, bak cerita hidup saya yang juga berlika-liku tiada habisnya #sigh. Kami bingung dibuatnya, apalagi sudah berbaur dengan perumahan penduduk yang menambah banyak percabangan jalan, sebenarnya saya tidak mau melewati satu titik pun, tapi apadaya tiap persimpangan saya cuma bisa pilih satu jalan, kalau bisa kagebunshin mah saya bakal membelah empat disetiap perempatan agar tidak ada satu tempatpun yang terlewat. jadilah perkelanaan kami hanya mengikuti feeling saja.
Introducing(untuk kesekian kalinya) : Gata!

di tangga reruntuhan villa ada yang lagi ngebatik


pintu terowongan
Tiba-tiba seorang bapak-bapak menyapa kami, dengan tiba-tiba pula ia langsung nyerocos menjelaskan bangunan-bangunan di sekitar kami. “Taman airnya ada disana mas, mari saya antar,” katanya. Saya yang dari tadi diam saja dan hanya melayangkan senyum ketika si bapak ngalor ngidul menjelaskan berbisik ke Gata “Gat, kamu kan bisa bahasa Jawa, kamu ajak ngobrol pake bahasa Jawa aja, cari aman.” Seaman-amannya perjalanan setidaknya lebih aman lah kalau bisa berbahasa lokal dan bergaul dengan penduduk sekitar biar ga gampang dikibulin, atau saat belanja ga kena harga kemahalan, cari amanlah pokoknya. Karena bingung dan penasaran juga, akhirnya kami mengikuti si bapak, dia mengajak kami masuk ke sebuah pintu yang dari tadi saya tidak mengira kalau itu adalah pintu turun tangga masuk terowongan.


perjalanan di terowongan, keren yak!
Saya sambil mendengarkan mereka bercakap-cakap dalam bahasa jawa, memotret dari belakang, dan sesekali ikut bertanya dalam Bahasa Indonesia. Kemudian di ujung terowongan kami sampai ke pintu masuk taman air yang kami cari-cari dari tadi. Disana ada gerbang yang menghadap kejalan, barulah kami tahu kalau gerbangnya ga cuma satu dan pertama kali tadi kami masuk lewat gerbang utara depan reruntuhan villanya, bukan dari gerbang timur yang langsung ke taman pemandiannya. Harga tiketnya saya tidak ingat, yang jelas tidak mahal kok.

Taman Sari Earth Map



Disini ada banyak gerbang. Masuk gerbang pertama, ketemu lagi gerbang kedua, dst sampai akhirnya ketemu tangga kolam di depan pintu gerbang yang entah gerbang ke berapa.
gerbang pertama...
kedua...


kesekian... (akhirnya sampai di taman airnya, ffiuh!)


Oh ternyata pemandiannya seperti ini, Cuma buat diliat-liat toh, out of expectation, kirain boleh nyebur ke kolam,  jadi malu sendiri, fufufu…


klik thumbnail untuk memperbesar yaaa...
kolam para selir
kolam istri sultan
tempat istirahat sultan
ornamen Hindu-Islam
pemandangan dari jendela kamar sultan : menghadap ke kolam para selir
Selesai dari sana kami langsung dibawa menuju gerbang terakhir untuk keluar, namun didepan gerbang tersebut kami dibawa ke sebuah gallery kerajinan lukisan batik, dan disana pengunjung tidak diperbolehkan  memotret, okelah, kami cuma melihat-lihat, tempat-tempat wisata begini apalagi yang sering dikunjungin turis asing harga-harga dipatok tidak manusiawi bagi pelajar. Masa cuma bingkai foto kecil yang ada cover lukisan batiknya harganya 50ribu?? Dan itu harga paling murah. Apalagi harga lukisan-lukisan yang ukurannya meteran itu ya? Kami ga berani tanya. Bisa-bisa ayan saya kambuh mendengar harganya. *Enggalah, gila saja saya punya ayan!. Kami buru-buru keluar, cuma sebentar didalam.
Keluar dari gallery, kami sampai di gerbang paling belakang, dulunya juga markas para prajurit penjaga pemandian.


ukiran diatas gerbang itu merupakan lambang keprajuritan

ukiran diatas gerbang itu merupakan lambang kekuasaan

Saya minta bapaknya agar nunggu saya sebentar soalnya saya pengen naik keatap gerbang belakang itu, karena saya penasaran begitu lihat ada tangga di sisi gerbangnya. Ini dia yang saya dapat dari atas sana...
pemandangan dari atas gerbang belakang
kepakkan sayapmu Deki!

Saya kembali turun, “Gat, belum puas nih, masuk lagi yuk!” tutur saya, “Ngapain lagi? Ini kan udah jam tiga, itutuh, udah tutup” Gata sambil menunjuk gerbang kedua terakhir yang sudah tutup. Saya baru sadar kalau sudah jam 3.

Kami dibawa lagi ke tempat pertama tadi, yang ternyata dulu reruntuhan bangunan itu merupakan komplek villa sultan. Namun kali ini kami bukan lewat terowongan yang tadi, tapi lewat atasnya, lewat rumah-rumah penduduk yang sudah berbaur dengan komplek taman sari. Uniknya dulu itu rumah-rumah penduduk ini semuanya air, karena bagian dari kolam-kolam air. Ditengah-tengahnya ada kubah-kubah yang dibawahnya adalah terowongan yang kami lewati tadi, keren!! *eh, oia, brb cari masjid dulu mau pake mikenya buat teriak KEREN!!*

Kata si bapak, kita bisa dapat setengah harga dari harga di gallery tempat-tempat wisata kalau beli batiknya langsung di kampung ini.

Klik untuk memperbesar yaaa

perkampungan batik
di salah satu rumah
klik aja!
salah satu lukisan batik di sebuah gallery rumahan
bagian atas terowongan


Kami bayar bapaknya dengan suka rela, mudah-mudahan ga sedikit baginya. Belum ada sepuluh langkah kami meninggalkan si bapak, "Buset! loh kok udah ilang aja!" Gata bikin saya kaget. Saya juga menoleh ke belakang dimana si bapak tadinya masih duduk-duduk sekarang sudah tidak ada, disekitar tempat dia duduk tadi juga tidak ada, setidaknya kan kami lihat dia jalan meninggalkan tempat duduknya, kami aja belum berapa langkah dari tempat tadi, masih terlihat jelas dan dekat tempat duduknya tadi bagi kami. Jangan-jangan... hiiiiii!
 
Terakhir, kami keliling-keliling lagi di area villanya...
lambang kekuasaannya jatuh di salah satu sudut reruntuhan

ini susana di dalamnya


Tapi sayang, kami melewatkan areal masjidnya karena belum tahu kalau ternyata juga ada masjidnya, katanya sih masjidnya itu yang bangunan bunder yang di tengah-tengah perumahan penduduk dalam foto ini :


hasil pencarian google : masjid taman sari

Kami menunggu sore untuk perjalanan selanjutnya, ke Alun-Alun Kidul alias Alun-Alun Selatan. Karena disana ramenya kalau udah sore. Selagi menanti sore kami melepas dahaga dulu di Artemy Italian Gelato, eskrim gelatonya 1 scoop 10000, tapi kalo 2 jadi 17500, saya pesan yang mint dan oreo, Gata pilih mint dan coklat. Plus topping semua varian @3000

Artemy Italian Gelato
Masih belum sore juga, kami memilih menghabiskan waktu pindah ke sebelahnya, Malioboro Mall. Ga ada apa apa, cuma muter-muter sampai sore tiba yang mengantarkan kami ke alun-alun kidul *maaf, kata-katanya jadi ga logis


***


Saya cuma penasaran mencoba mitos yang begitu populer disini, iri aja sama cerita teman-teman di kampus yang udah pada nyobain, masa eke ketinggalan! sebel de ih!. Bahwa bagi siapa yang bisa lewat di antara dua pohon seperti di gambar sebelah kanan ini, dengan kedua mata tertutup. Maka apa yang diinginkan akan tercapai. Si Gata sudah pernah lebih dari 10 kali mencoba pas dulunya kesini, tapi tidak pernah berhasil, kalau sudah lebih dari 10 kali maka tidak ada harapan lagi keinginannya bakalan tercapai alias sudah angus, bisa gitu ya? pikir saya, kayak undian berhadiah saja pake angus-angus segala.
 
Kalian tahu? Disana kami dapat teman baruuu uuuu :3333 , sepasang pasutri gitu. Iya, jadi kan ceritanya saya mau cobain tuh mitos, tapi karena saya tidak punya penutup mata saya jalan dengan mata dimeremin aja, sebenaranya ada jasa sewa penutup mata, tapi ah, buang-buang duit. Saya minta Gata mengawasi saya dengan terus mengikuti kalau-kalau nabrak orang, karena pasitu lagi rame dan banyak orang yang juga pada heboh melakukannya. Pas lagi jalan dengan mata masih merem tadi, diujung sana terdengar suara perempuan yang sepertinya mengarah ke saya, “Ayo mas, sedikit lagi! Ayo!,” begitu kedengarannya. “Gat, udah nyampai belum gat?” Tanya saya ke Gata, “Op, Op, Udah, buka matamu Dek!” instruksi Gata, yaah ternyata saya tidak berhasil, saya sudah mentok di dinding pagar pohon yang sebelah kirinya. Saya dapati seorang perempuan tertawa melihat saya, sepertinya dia perempuan yang teriak ke saya tadi, karena suaranya persis. “Ayo, dicoba lagi” serunya. Sampailah terjadi obrolan ringan dengan mereka, kami dapati bahwa mereka datang dari Batam, kalau ditebak mereka sedang bulan madu mungkin saja, karena mereka cuma berdua tidak bersama anak, tapi muka ga bisa bohong kalau mereka keliatan sudah lebih dari 30 tahun, ya walaupun jaman sekarang banyak juga orang-orang yang baru mau menikah umur segitu. Setelah itu saya menawarkan Gata mencobanya, tapi si Gata ogah, sudah putus asa kayaknya, yauda, saya aja yang mencoba lagi dengan dipinjamkan oleh pasutri tadi penutup mata yang dipakai si suami yang tidak berhasil-berhasil dan sudah menyerah. Percobaan kedua saya gagal lagi, si perempuan tertawa terbahak-bahak dannn tak henti-hentinya. Saya sampai heran sendiri, kok dia sendiri yang tertawanya heboh gitu, emangnya selucu itu ya bagi dia??  Beda dengan suaminya yang tidak seberlebihan itu. But, besides, they’re charming to us. Saya baru berhasil di keempat kalinya, itu mungkin karena saya ambil rute yang lebih pendek, hehe. Saya tidak punya harapan apa-apa sih sebenarnya, sekedar iseng, Gata bilang kita mesti betul-betul harus punya niat, dulu Bapak dia juga begitu, awalnya gagal, namun kedua kalinya dengan niat dan pemantapan diri akhirnya berhasil hingga percobaan seterus-seterusnyanya, kenyataanya keinginan beliau terwujud.

Namun, tidak munafik juga, jauh sekali diawang-awang saya sempat berharap kelak besar nanti saya bisa hidup bahagia. Namun tetap saja lebih ke sekedar iseng sih menurut saya, karena itu cuma sempat terpikir saja dan tidak saya bawa serius. Lagipula itu sepertinya pengharapan yang susah sekali, orang sukses secara financial saja belum tentu bisa bahagia. Di percobaan yang ke-8 dan ke-9 barulah saya mencoba serius, sebelum melakukannya, dalam hati terbersit kelak besar nanti saya ingin bahagia. Saya menatap lekat track yang akan saya jalani menuju pertengahan dua pohon beringin yang berjarak puluhan meter di depan saya. Setelah yakin saya tutup mata dan kembali mencobanya. Seraya berjalan saya terus mensugestikan keyakinan dalam diri. Dan apa yang terjadi…  Gagal maning! Tetap saja saya keluar dari track. Saya heran aja, melihat ada segerombolan muda-mudi lain, beberapa diantara mereka dengan entengnya  berhasil melewatinya dan bersorak girang atas keberhasilannya. Sedang saya sudah 10 kali baru 1 kali berhasil, itupun jarak pendek. Emang mereka minta apa ya? paling yang simpel-simpel aja, bisa jajan cilok tiap hari misalnya, hehe terlalu simpel juga ya?

suasana malam hari di Alun-Alun Kidul
Kalau bagi saya soal percaya atau tidak mengenai mitos itu, skeptis, susah untuk percaya dan susah pula untuk tidak percaya, karena disisi lain, kita, bukan kita, mungkin saya, apalagi sebagai orang yang besarnya di desa, melihat sendiri bahwa itu benar-benar kenyataan, atau terbukti, atau terjadi, atau ada, or you name it, dan…. Kalau dibilang kebetulan, emm tapi terlalu banyak kebetulan. Dari sana saya jadi punya hipotesa sendiri yang tidak bakal saya jelaskan disini apalagi sudah menyangkutkannya dengan yang ghaib-ghaib. Namun, di saat saya mulai melirik kepercayaan tersebut, disanalah saya paksakan mengingat tuhan, itu bukanlah sesuatu yang wajib dipercayai, percaya itu rukun iman, ada 6, salah satunya kepada tuhan, kalau percaya kepada mitos, nanti rukun iman nambah jadi 7. #sigh.

Saya bisa sukses, bisa bahagia, itu seizin sang khalik. Bukan seizin dua pohon beringin. Atau lebih tepatnya seizin dua pohon beringin yang mistis. Kalau memang besar nanti tidak bahagia, its okay, namanya juga hidup, tapi tidak mungkin juga hidup menderita itu berarti menderita terus setiap hari, kalau iya itu namanya sinetron. Pasti ada saat-saat bahagianya. Yang namanya hidup bahagia juga begitu, it doesn’t mean everyday, but almost everyday, coba, masa tidak ada kejadian seperti bencana, duka seperti kematian saudara, atau kejadian memalukan sehariii saja dalam setahun bagi orang yang kaya raya dan punya segalanya, apa ada?? Jadi berpikirlah rasional dalam menyikapi apa yang patut di pertimbangkan seperti halnya menyikapi sebuah mitos.  Percaya sajalah, hidupmu nanti pasti bahagia kok, dan pasti ada sedih-sedihnya juga, walau sedikit :) . Mitos bertahan hingga sekarang karena banyak kejadian yang terbukti karenanya, kalau tidak mitos itu tidak akan bertahan, apalagi bisa bertahan hingga zaman sekarang, jadi kebayang betapa banyak mitos di jaman dulu-dulu sekali  lalu beberapanya lebur karena hal-hal yang semula dipercaya sudah tidak kenyataan lagi.

Lol, Its awkward when suddenly I tell something serious on my full-of-jokes site, yaaa namanya juga pendapat. Kembali ke cerita perjalanan kami yak! Puas bermitos-mitos ria, saya menyarankan Gata sms kakaknya untuk mengingatkan lagi bahwa kami malamnya bakal jadi nonton karena kemarin kakaknya yang mengajak nonton, tapi sayangnya kakak Gata nge-reply tidak jadi ikut. Terpaksa kami berdua saja yang nonton, kok jadi so sweet gini ya? Ah, toh juga banyak sesama jenis nonton berdua, ga cuma kami aja. Setelah perundingan yang berat, sampai adu sumo segala *hehe, enggalah, akhirnya kami memilih film Looper karena lagipula akan tayang setengah jam lagi saat itu. Lumayan senam otak, karena ceritanya tentang mesin waktu yang muter-muter , sebelas dua belaslah sama-sama memusingkan saat nonton pelem Inception, tapi teteeuup, filmnya keren! *brb, cari masjid. Pulangnya kami ujan-ujan, dan sampai dirumah kebasahan, begitu masuk rumah, eh, ujan deres diluar langsung reda seketika. Shit! Dendam apa coba ini ujan sama kami?

nonton yok! nonton!

2 komentar:

mozaik kehidupan mengatakan...

hheheh...
semangat deki..
mantaaap...
gw jd pngen ke jogja
pas lu lewati beringin brdoa aja, kita bisa sama2 jalan2 dijogja, hehhe...
*sok keren juga lu ngungkapin perspektif lu tentang mitos,, hahaha...
lanjutkan part 3..ya,,,

Anonim mengatakan...

oke, sippp, bareng anak-anak yang lain kalau bisa
udah dipost yang ketiga

Posting Komentar

Jika anda tidak mempunyai akun LiveJournal/WordPress/TypePad/AIM/OpenID, silakan beri komentar sebagai Anonymous (tanpa identitas) atau Name/URL (via email)

Followers