Selesai dari museum, kami pecut motor menuju Taman Sari.
Taman Sari ini dulunya komplek istananya Sultan Jogja, ada villanya, juga ada kolam
pemandiannya, dan taman-taman air. Karena baru pertama kali kesana jadi kami
tidak tahu apa-apa, dan karna katanya Taman Sari itu tempat pemandian, yang ada di benak
saya adalah saya bakal berkunjung ke tempat pemandian umum yang dulunya adalah
tempat pemandian pejabat keraton. *serius ini. Tapi sesampainya disana saya
tidak melihat ada kolam sama sekali, apalagi suara orang-orang riuh dari dalam,
biasanya kan kalau di kolam umum dari luar saja udah kedengaran ramenya suasana dari arah kolam.
 |
pemandangan dari gerbang utara Taman Sari, yang bunder dan ada tangganya itu bakal jadi panggung sendra tari |
Seorang tukang parkir menyeru saya “Area sini luas mas,
kesana-sananya masih ada kalau mau jalan-jalan” kami mengangguk-ngangguk. Kami memulai perjalan ke dalam, dan yang kami temui
hanyalah reruntuhan, bangunan yang sudah usang dimakan zaman. Entah fungsi
bangunan ini dulu apa saya tidak mengerti sama sekali, kami sibuk menjajah
bangunannya yang berlika-liku, bak cerita hidup saya yang juga berlika-liku tiada habisnya #sigh. Kami bingung dibuatnya, apalagi sudah berbaur dengan
perumahan penduduk yang menambah banyak percabangan jalan, sebenarnya saya
tidak mau melewati satu titik pun, tapi apadaya tiap persimpangan saya cuma
bisa pilih satu jalan, kalau bisa kagebunshin mah saya bakal membelah empat
disetiap perempatan agar tidak ada satu tempatpun yang terlewat. jadilah
perkelanaan kami hanya mengikuti
feeling saja.
 |
Introducing(untuk kesekian kalinya) : Gata! |
 |
di tangga reruntuhan villa ada yang lagi ngebatik |
 |
pintu terowongan |
Tiba-tiba seorang bapak-bapak menyapa kami, dengan
tiba-tiba pula ia langsung nyerocos menjelaskan bangunan-bangunan di sekitar
kami. “Taman airnya ada disana mas, mari saya antar,” katanya.
Saya yang dari tadi diam saja dan hanya melayangkan senyum ketika si bapak
ngalor ngidul menjelaskan berbisik ke Gata “Gat, kamu kan bisa bahasa Jawa,
kamu ajak ngobrol pake bahasa Jawa aja, cari aman.” Seaman-amannya perjalanan
setidaknya lebih aman lah kalau bisa berbahasa lokal dan bergaul dengan
penduduk sekitar biar ga gampang dikibulin, atau saat belanja ga kena harga kemahalan, cari amanlah
pokoknya. Karena bingung dan penasaran juga, akhirnya kami mengikuti
si bapak, dia mengajak kami masuk ke sebuah pintu yang dari tadi saya tidak
mengira kalau itu adalah pintu turun tangga masuk terowongan.
 |
perjalanan di terowongan, keren yak! |
Saya sambil mendengarkan mereka bercakap-cakap dalam bahasa
jawa, memotret dari belakang, dan sesekali ikut bertanya dalam Bahasa Indonesia. Kemudian di
ujung terowongan kami sampai ke pintu masuk taman air yang kami cari-cari
dari tadi. Disana ada gerbang yang menghadap kejalan, barulah kami tahu kalau gerbangnya ga cuma satu dan pertama kali tadi kami masuk lewat gerbang utara depan reruntuhan villanya, bukan dari gerbang timur yang langsung ke
taman pemandiannya. Harga tiketnya saya tidak ingat, yang jelas
tidak mahal kok.
Taman Sari Earth Map
Disini ada banyak gerbang. Masuk gerbang pertama, ketemu
lagi gerbang kedua, dst sampai akhirnya ketemu tangga kolam di depan pintu gerbang yang entah gerbang ke berapa.
 |
gerbang pertama... |
 |
kedua... |
 |
kesekian... (akhirnya sampai di taman airnya, ffiuh!) |
|
Oh ternyata pemandiannya seperti ini, Cuma buat diliat-liat
toh,
out of expectation, kirain boleh nyebur ke kolam, jadi malu sendiri, fufufu…
klik thumbnail untuk memperbesar yaaa...
 |
kolam para selir |
|
 |
kolam istri sultan |
|
 |
tempat istirahat sultan |
|
 |
ornamen Hindu-Islam |
|
 |
pemandangan dari jendela kamar sultan : menghadap ke kolam para selir |
|
Selesai dari sana kami langsung dibawa menuju gerbang
terakhir untuk keluar, namun didepan gerbang tersebut kami dibawa ke sebuah
gallery kerajinan lukisan batik, dan disana pengunjung tidak diperbolehkan memotret, okelah, kami cuma melihat-lihat, tempat-tempat wisata begini apalagi yang
sering dikunjungin turis asing harga-harga dipatok tidak manusiawi bagi
pelajar. Masa cuma bingkai foto kecil yang ada cover lukisan batiknya harganya
50ribu?? Dan itu harga paling murah. Apalagi harga lukisan-lukisan
yang ukurannya meteran itu ya? Kami ga berani tanya. Bisa-bisa ayan saya kambuh mendengar harganya. *Enggalah, gila saja saya punya ayan!. Kami buru-buru keluar, cuma sebentar didalam.
Keluar dari gallery, kami sampai di gerbang paling belakang, dulunya juga markas para prajurit
penjaga pemandian.
 |
ukiran diatas gerbang itu merupakan lambang keprajuritan |
 |
ukiran diatas gerbang itu merupakan lambang kekuasaan |
Saya minta bapaknya agar nunggu saya sebentar soalnya saya pengen naik keatap
gerbang belakang itu, karena saya penasaran begitu lihat ada tangga di sisi gerbangnya. Ini dia yang saya dapat
dari atas sana...
 |
pemandangan dari atas gerbang belakang |
 |
kepakkan sayapmu Deki! |
Saya kembali turun, “Gat, belum puas nih, masuk lagi yuk!”
tutur saya, “Ngapain lagi? Ini kan udah jam tiga, itutuh, udah tutup” Gata sambil
menunjuk gerbang kedua terakhir yang sudah tutup. Saya baru sadar kalau sudah
jam 3.
Kami dibawa lagi ke tempat pertama tadi, yang ternyata dulu reruntuhan bangunan itu merupakan komplek villa sultan. Namun kali ini kami bukan lewat
terowongan yang tadi, tapi lewat atasnya, lewat rumah-rumah penduduk yang sudah
berbaur dengan komplek taman sari. Uniknya dulu itu rumah-rumah penduduk ini
semuanya air, karena bagian dari kolam-kolam air. Ditengah-tengahnya ada
kubah-kubah yang dibawahnya adalah terowongan yang kami lewati tadi, keren!!
*
eh, oia, brb cari masjid dulu mau pake mikenya buat teriak KEREN!!*
Kata si bapak, kita bisa dapat setengah harga dari harga di gallery tempat-tempat wisata kalau beli batiknya langsung di kampung ini.
Klik untuk memperbesar yaaa
 |
perkampungan batik |
|
 |
di salah satu rumah |
|
 |
klik aja! |
|
 |
salah satu lukisan batik di sebuah gallery rumahan |
|
 |
bagian atas terowongan |
Kami bayar bapaknya dengan suka rela, mudah-mudahan ga sedikit baginya. Belum ada sepuluh langkah kami meninggalkan si bapak, "Buset! loh kok udah ilang aja!" Gata bikin saya kaget. Saya juga menoleh ke belakang dimana si bapak tadinya masih duduk-duduk sekarang sudah tidak ada, disekitar tempat dia duduk tadi juga tidak ada, setidaknya kan kami lihat dia jalan meninggalkan tempat duduknya, kami aja belum berapa langkah dari tempat tadi, masih terlihat jelas dan dekat tempat duduknya tadi bagi kami. Jangan-jangan... hiiiiii!
Terakhir, kami keliling-keliling lagi di area villanya...
 |
lambang kekuasaannya jatuh di salah satu sudut reruntuhan |
 |
ini susana di dalamnya |
Tapi sayang, kami melewatkan areal masjidnya karena belum tahu kalau ternyata juga ada masjidnya, katanya sih masjidnya itu yang bangunan bunder yang di tengah-tengah perumahan penduduk dalam foto ini :
 |
hasil pencarian google : masjid taman sari |
Kami menunggu sore untuk perjalanan selanjutnya, ke Alun-Alun Kidul alias Alun-Alun Selatan. Karena disana ramenya kalau udah sore.
Selagi menanti sore kami melepas dahaga dulu di Artemy Italian Gelato, eskrim
gelatonya 1 scoop 10000, tapi kalo 2 jadi
17500, saya pesan yang mint dan oreo, Gata pilih mint dan coklat. Plus topping
semua varian @3000
 |
Artemy Italian Gelato |
Masih belum sore juga, kami memilih menghabiskan waktu
pindah ke sebelahnya, Malioboro Mall. Ga ada apa apa, cuma muter-muter sampai
sore tiba yang mengantarkan kami ke alun-alun kidul *maaf, kata-katanya jadi ga logis.

Saya cuma penasaran mencoba mitos yang begitu populer disini, iri aja sama cerita teman-teman di kampus yang udah pada nyobain, masa eke ketinggalan!
sebel de ih!. Bahwa bagi siapa yang bisa lewat
di antara dua pohon seperti di gambar sebelah kanan ini, dengan kedua mata tertutup. Maka apa yang diinginkan akan tercapai. Si Gata sudah pernah lebih dari 10 kali mencoba pas dulunya kesini, tapi tidak
pernah berhasil, kalau sudah lebih dari 10 kali maka tidak ada harapan lagi
keinginannya bakalan tercapai alias sudah angus, bisa gitu ya? pikir saya,
kayak undian berhadiah saja pake angus-angus segala.
Kalian tahu? Disana kami dapat teman baruuu uuuu :3333 ,
sepasang pasutri gitu. Iya, jadi kan ceritanya saya mau cobain tuh mitos, tapi karena
saya tidak punya penutup mata saya jalan dengan mata dimeremin aja, sebenaranya ada
jasa sewa penutup mata, tapi ah, buang-buang duit. Saya minta Gata mengawasi saya dengan terus mengikuti kalau-kalau nabrak orang, karena pasitu lagi rame dan banyak orang yang juga pada heboh melakukannya. Pas lagi jalan dengan mata masih merem tadi, diujung sana
terdengar suara perempuan yang sepertinya mengarah ke saya, “Ayo mas, sedikit
lagi! Ayo!,” begitu kedengarannya. “Gat, udah nyampai belum gat?” Tanya saya ke
Gata, “Op, Op, Udah, buka matamu Dek!” instruksi Gata, yaah ternyata saya tidak
berhasil, saya sudah mentok di dinding pagar pohon yang sebelah kirinya. Saya
dapati seorang perempuan tertawa melihat saya, sepertinya dia perempuan yang
teriak ke saya tadi, karena suaranya persis. “Ayo, dicoba lagi” serunya. Sampailah terjadi obrolan ringan dengan mereka, kami dapati bahwa mereka datang dari Batam, kalau ditebak mereka
sedang bulan madu mungkin saja, karena mereka cuma berdua tidak bersama anak,
tapi muka ga bisa bohong kalau mereka keliatan sudah lebih dari 30 tahun, ya
walaupun jaman sekarang banyak juga orang-orang yang baru mau menikah umur segitu.
Setelah itu saya menawarkan Gata mencobanya, tapi si Gata ogah, sudah putus asa kayaknya, yauda, saya aja yang mencoba lagi dengan dipinjamkan oleh pasutri tadi penutup mata yang
dipakai si suami yang tidak berhasil-berhasil dan sudah menyerah. Percobaan
kedua saya gagal lagi, si perempuan tertawa terbahak-bahak dannn tak
henti-hentinya. Saya sampai heran sendiri, kok dia sendiri yang tertawanya heboh gitu, emangnya selucu itu ya bagi dia?? Beda dengan suaminya yang tidak seberlebihan itu.
But, besides,
they’re charming to us. Saya baru berhasil di keempat kalinya, itu mungkin karena
saya ambil rute yang lebih pendek, hehe. Saya tidak punya harapan apa-apa sih
sebenarnya, sekedar iseng, Gata bilang kita mesti betul-betul harus punya niat,
dulu Bapak dia juga begitu, awalnya gagal, namun kedua kalinya dengan niat dan
pemantapan diri akhirnya berhasil hingga percobaan seterus-seterusnyanya,
kenyataanya keinginan beliau terwujud.
Namun, tidak munafik juga, jauh sekali
diawang-awang saya sempat berharap kelak besar nanti saya bisa hidup bahagia. Namun
tetap saja lebih ke sekedar iseng sih menurut saya, karena itu cuma sempat
terpikir saja dan tidak saya bawa serius. Lagipula itu sepertinya pengharapan
yang susah sekali, orang sukses secara financial saja belum tentu bisa bahagia.
Di percobaan yang ke-8 dan ke-9 barulah saya mencoba serius, sebelum
melakukannya, dalam hati terbersit kelak besar nanti saya ingin bahagia. Saya
menatap lekat
track yang akan saya jalani menuju pertengahan dua pohon beringin yang berjarak puluhan
meter di depan saya. Setelah yakin saya tutup mata dan kembali mencobanya.
Seraya berjalan saya terus mensugestikan keyakinan dalam diri. Dan apa yang
terjadi… Gagal maning! Tetap saja saya keluar dari
track. Saya heran aja, melihat ada
segerombolan muda-mudi lain, beberapa diantara mereka dengan entengnya berhasil melewatinya dan bersorak girang atas
keberhasilannya. Sedang saya sudah 10 kali baru 1 kali berhasil, itupun jarak
pendek. Emang mereka minta apa ya? paling yang simpel-simpel aja, bisa jajan cilok tiap hari misalnya, hehe terlalu simpel juga ya?
 |
suasana malam hari di Alun-Alun Kidul |
Kalau bagi saya soal percaya atau tidak mengenai mitos itu, skeptis, susah untuk percaya dan susah pula untuk tidak percaya, karena disisi lain, kita, bukan kita, mungkin saya, apalagi sebagai
orang yang besarnya di desa, melihat sendiri bahwa itu benar-benar
kenyataan, atau terbukti, atau terjadi, atau ada,
or you name it, dan…. Kalau dibilang
kebetulan, emm tapi terlalu banyak kebetulan. Dari sana saya jadi punya
hipotesa sendiri yang tidak bakal saya jelaskan disini apalagi sudah
menyangkutkannya dengan yang ghaib-ghaib. Namun, di saat saya mulai melirik
kepercayaan tersebut, disanalah saya paksakan mengingat tuhan, itu bukanlah
sesuatu yang wajib dipercayai, percaya itu rukun iman, ada 6, salah satunya kepada
tuhan, kalau percaya kepada mitos, nanti rukun iman nambah jadi 7. #sigh.
Saya bisa sukses, bisa bahagia, itu seizin sang khalik. Bukan seizin dua pohon beringin. Atau lebih tepatnya seizin dua pohon beringin yang mistis.
Kalau memang besar nanti tidak bahagia, its okay, namanya juga hidup, tapi
tidak mungkin juga hidup menderita itu berarti menderita terus setiap hari,
kalau iya itu namanya sinetron. Pasti ada saat-saat bahagianya. Yang namanya
hidup bahagia juga begitu, it doesn’t mean everyday, but almost everyday, coba,
masa tidak ada kejadian seperti bencana, duka seperti kematian saudara, atau kejadian memalukan sehariii saja
dalam setahun bagi orang yang kaya raya dan punya segalanya, apa ada?? Jadi berpikirlah rasional dalam menyikapi apa yang
patut di pertimbangkan seperti halnya menyikapi sebuah mitos. Percaya sajalah, hidupmu nanti pasti bahagia kok, dan pasti ada sedih-sedihnya juga, walau sedikit :) . Mitos
bertahan hingga sekarang karena banyak kejadian yang terbukti karenanya, kalau
tidak mitos itu tidak akan bertahan, apalagi bisa bertahan hingga zaman
sekarang, jadi kebayang betapa banyak mitos di jaman dulu-dulu sekali lalu beberapanya lebur karena hal-hal yang semula dipercaya sudah tidak kenyataan lagi.
Lol, Its awkward when suddenly I tell something serious on my full-of-jokes site, yaaa
namanya juga pendapat. Kembali ke cerita perjalanan kami yak! Puas bermitos-mitos ria, saya menyarankan Gata
sms kakaknya untuk mengingatkan lagi bahwa kami malamnya bakal jadi nonton karena kemarin
kakaknya yang mengajak nonton, tapi sayangnya kakak Gata nge-
reply tidak jadi ikut.
Terpaksa kami berdua saja yang nonton, kok jadi
so sweet gini ya? Ah, toh juga
banyak sesama jenis nonton berdua, ga cuma kami aja. Setelah perundingan yang
berat, sampai adu sumo segala *
hehe, enggalah, akhirnya kami memilih film
Looper karena lagipula akan tayang setengah jam
lagi saat itu. Lumayan senam otak, karena ceritanya tentang mesin waktu yang
muter-muter , sebelas dua belaslah sama-sama
memusingkan saat nonton pelem
Inception, tapi teteeuup, filmnya keren! *
brb, cari masjid. Pulangnya kami ujan-ujan, dan
sampai dirumah kebasahan, begitu masuk rumah, eh, ujan deres diluar langsung reda seketika.
Shit! Dendam apa coba ini ujan sama kami?
 |
nonton yok! nonton! |