Self-Determination Theory

Posted on Senin, 01 Desember 2014 | 5 komentar
Saya yang awalnya tidak begitu interest sama yang berbau-bau psikologi, sekarang mulai tertarik dengan aspek psikologi dari mata kuliah-mata kuliah Sumber Daya Manusia di Manajemen. Saya punya rencana untuk membangun blog khusus yang mambahasa tentang pelajaran di kuliah serta aplikasinya sekalian buat belajar dan berbagi ilmu, baik itu keuangan, operasi, akuntansi, ekonomi makro, SDM, pemasaran, bahkan pengetahuan umum diluar manajemen, apalagi tentang sains, beuhh.. Pokoknya saya dari dulu pengen banget bangun blog baru yang terpisah dari blog ini yang khusus berbagi ilmu gitu.. ditunggu aja.. hwehe..

***

Kata orang “Carilah pekerjaan yang sesuai hobi atau kegemaran.”

Tapi tahukah kalian pada teori konsep motivasi ada yang namanya “self-determination theory”. Ini berguna bagi manajer dan para pencari kerja untuk dipertimbangkan. Self Determination Theory berpendapat bahwa orang-orang lebih suka jika ia merasa memiliki kontrol terhadap tindakan mereka sendiri. Jadi, jika suatu tugas yang sebelumnya hanya sekedar untuk dinikmati kemudian berubah menjadi sebuah kewajiban, dimana kita melakukannya bukan lagi atas kebebasan memilih untuk melakukannya, maka hal tersebut justru akan meruntuhkan motivasi.

Supaya jelas, coba simak keluhan seseorang berikut:
“Kok aneh ya? gue dulu pernah jadi sukarelawan di Lembaga Kemanusiaan yang menangani hewan-hewan liar buat dirawat dan bisa diadopsi orang lain. Gue bahkan sampai menghabiskan 10 jam dalam seminggu buat kerja sukarela disana dan gue seneng bingitzz tauuuk. Trus gue direkrut deh buat jadi karyawan full-time tetapnya, digaji gitu. Sampai sekarang gue udah tiga bulan bekerja sebagai karyawan tetap disana. Pekerjaan gue sama aja kaya sebelumnya, tapi kok gue ga menemukan kegembiraan sebanyak dulu ya?”

Nah, coba dibaca lagi self-determination theory tadi, teori tersebut cukup menjelaskan kenapa keluhan itu terjadi. Ketika orang dibayar untuk bekerja, maka sangat minim ia akan merasakan bahwa itu adalah sesuatu yang ingin mereka lakukan, tapi lebih kepada itu adalah sesuatu yang harus mereka lakukan. Jadi tugas yang ia kerjakan tersebut bukan atas pilihan “gue lagi pengen ngelakuin ini nih”.


Lalu, bagaimana caranya menerapkan teori ini pada imbalan ekstrinsik (imbalan berbentuk fisik: gaji, bonus, hadiah, dll) dan imbalan intrinsik (imbalan tidak berbentuk fisik tapi dapat dirasakan: jenjang karir, lingkungan kerja, pekerjaan yang nyaman, dll)? Mungkin biasa aja sih kalo kita melihat ada karyawan yang diberi imbalan ekstrinsik atas kinerja yang lebih tinggi dari biasanya. Tapi apakah ia benar-benar merasakan sedang melakukan pekerjaannya dengan baik? Karena bisa saja pencapaian nya itu karena ia tahu bahwa itulah yang ‘diinginkan perusahaan’ tapi bukan dari ‘keinginan dia sendiri’ untuk lebih unggul atau untuk mempunyai kompetensi lebih baik. Jadi ya balik lagi ke keluhan diawal tadi, kamu dikasih imbalan ekstrinsik atas capaian kinerja yang lebih tinggi apakah disebabkan karena kamu riang gembira dengan apa yang kamu kerjakan atau kamu ngerasa “jadi perusahaan gue maunya gini toh, yaudah kerjain aja”. Kalo kita bisa membaca novel selama seminggu penuh karena tugas dari dosen bahasa Indonesia yang mewajibkannya, mestinya kita beranggapan bahwa perilaku membaca kita didorong oleh sumber dari eksternal. Tapi kan beda lagi kalo kita melakukan hal yang sama di saat liburan dan bukan karena tugas dari siapapun, trus kita beranggapan bahwa “gue seneng nih baca novel ini, ceritanya bagus.”

Tapi kak tapi… kan ada studi yang bilang bahwa imbalan ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi kerjaaaa. Itu memang benar. Tapi kalo kita kaji lebih luas lagi itu masih ada hubungannya sama self-determination theory ini. Motivasi secara intrinsik juga memang dapat ditingkatkan dengan imbalan selama imbalannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan tersebut. Batas waktu dan standar kerja spesifik yang diberikan oleh perusahaan-pun bukan selalu berdampak negatif selama (kembali ke self-determination theory) karyawan tersebut yakin bahwa perilaku kerja mereka masih dibawah kontrol mereka. Selama dalam kondisi-kondisi tersebut, dimana karyawan masih memiliki kontrol akan pekerjaan dan imbalan, maka imbalan spesifik pun juga akan memancing kreativitas. Imbalan dan batas waktu dan standar kerja spesifik akan menghilangkan motivasi jika karyawan melihatnya sebagai paksaan atau pengendalian.

Jadi, sebagai tips dalam memberikan imbalan kepada karyawan; misalnya, pastikan bahwa seorang staf bagian penjualan benar-benar menyukai kontrak kesepakatan pekerjaan yang ditandatanganinya (berisikan mengenai berapa komisi yang ia dapat untuk setiap barang yang terjual), kalau dia sudah setuju/sepakat dan dia senang, itu akan mendorong dia untuk bekerja dengan baik dan ia akan melihat sejauh mana kompetensinya dibanding karyawan lain dalam pekerjaan tersebut dilihat dari komisi yang diperolehnya dibanding karyawan lain, disisi lain, itu menjadi pilihan dia alias bukan paksaan kepadanya untuk meningkatkan kinerjanya.


Jadi gimana nih kalian para calon manajer? Bermanfaat ga ilmunya? Sekian dulu.. Caoo…

Followers