All About Suka-Suka episode "Lawang Sewu"

Posted on Sabtu, 29 September 2012 | 2 komentar
Malam minggu malam yang ditunggu-tunggu, bagi para pasangan, apel mengapel sang pacar sudah seperti kewajiban… dan bagi para sebagian jomblo… ngapelin teman-temannya yang juga jomblo… atau sedang dalam masa-masa krisis jarak, which is usually called… LDR. ~lalala~

***

Sabtu pagi, seusai kelas olahraga yang pada hari itu kita kebagian materi SKJ ceria bak acara rutin ibu-ibu Dharma Wanita diakhir pekan. Saya, Danu, Tosa, Gata, dan Bima menyusun rapat pleno berkaitan wacana lawas bermalam minggu ke Lawang Sewu. Disusul kemudian Niku nimbrung minta diajak. Dan fix kita ber-6 berangkat malam hari-nya, walau pada akhirnya Bima tidak jadi ikut karena sesuatu hal.

Lalu Tosa mengajak temannya, Tata, dari teknik sipil, dan jadilah kita tetap ber-6 orang OTW Lawang Sewu.

The Cast
Saiia cii Deky Ciendtta KamM0h Cel4manaaah mpolepelll in My He4Rt
From left to right : Danu, Gata
Niku, Tosa, Tata (guest cast)
***

Cerita berawal dari kebegoan Danu mengikuti orang yang disangkanya Gata. Setelah bingung dibawa kemana oleh orang yang mirip Gata dari belakang itu, dia memberanikan diri mendekat dan memanggilnya, namun orang tadi tidak menoleh. Lalu ia mencoba memanggil lebih keras! Ya! lebih keras! Angkat tangan mu… seperti ini… kemudian panggil! Lebih keras! (ini kenapa jadi Dora).

Apa kesimpulan yang dapat ditarik dari kecerobohan si Danu tadi? Kita yang lebih duluan sampai jadi nungguin lama beeed kedatangan si Danu. Belum lagi pas dia akhirnya sampai, si Danu plenga plongo dulu nyariin kita padahal dari jauh saja sama kita dia sudah keliatan, namun kita diam saja. Menyaksikan wajah nya plenga plongo itu jadi hiburan tersendiri.

Memasuki Gerbang Tol Cikampek, maksud saya gerbang Lawang Sewu, kami dihadapkan dengan loket seadanya. Seorang ibu-ibu duduk di bangku seperti bangku di sekolahan. Di atas mejanya ada buku dan pajangan cindera mata Lawang Sewu. Lebih mirip konter penjual pulsa menurut saya.

Kita ditipu Bonar. Bonar yang ngakunya sudah biasa ke Lawang Sewu bilang masuk Lawang Sewu cuma goceng, tau tau kami mesti keluar duit 15ribu masing-masing. Dengan rincian uang masuk per kepala 10ribu dan uang pemandu 30rb. Karena kami ber-6 artinya kami mesti patungan 5ribu per orang untuk pemandu. Sehingga total masing-masing jadi 15ribu.

Yang bikin saya paling antusias ke lawang sewu adalah bahwa memang bukan isapan jempol belaka lagi kalau Lawang Sewu adalah tempat paling angker se-Indonesia Raya. Bahkan mungkin salah satunya di dunia. Saya sudah sering dengar cerita dari teman-teman tentang ke-horror-an bekas gedung kereta api ini. Mereka punya pengalaman mistis sendiri-sendiri saat berkunjung ke Lawang Sewu. Apalagi di tv-tv, Lawang Sewu malah lebih terkenal angkernya daripada historikal dan estetika gedungnya sendiri. Kali aja saya juga dapat pengalaman "kecut" seperti itu.

Pertama-tama si pemandu menawarkan diri untuk memfoto kami, dengan senang hati lah! kita terima! Meski hasilnya nge-blur parah karena pengaturan fokus kamera digital yang kita bawa di malam hari tidak lagi otomatis. Fokus manual kamera ada di tombol jepret, rada jelimet, kita harus nahan sedikit dulu tombol jepretnya hingga keliatan fokus baru dipencet betul untuk mengambil gambar. Beda kalau siang hari, fokusnya bisa bekerja sendiri karena cahaya yang masuk banyak. Karena si pemandu rada udik kali ya, jadi main pencet aja, hasilnya jadi seperti ini *poker face*
SM*ASS

Pertama dan utama sekali kami dibawa masuk ke gedung paling kecil di komplek itu. Entahlah itu gedung buat apa, saya tidak mendengarkan karena saya asik cekikikan bareng Danu di belakang. Adalah Tosa, Niku, dan Tata yang sepertinya khidmat mendengarkan orasi si pemandu. Yang jelas di gedung itu kami diperlihatkan foto-foto, gambar-gambar konstruksi, arsitektur, dan gambar-gambar lainnya segala yang berkaitan dengan Lawang Sewu.

kesusahan narik tuas
Next, kami dibawa ke gedung tahanan. Begitu masuk, pertama kali ada pajangan maket komplek Lawang Sewu, kemudian gambar-gambar lagi, si pemandu menjelaskan, lagi-lagi saya dan Danu tidak begitu menyimak. Yang paling konyol adalah, kami diperlihatkan tuas-tuas pengendali air bawah tanah yang kemudian ruang bawah tanah tersebut dialih fungsikan sebagai penjara oleh Kolonial Jepang, setelah di jelaskan, si pemandu menarik salah satu tuas tersebut sambil baca Basmalah, kemudian membalikkannya posisinya lagi seperti semula. Kemudian Tosa mencoba menarik tuas lainya, namun tidak bisa, keras. “Menariknya ga boleh sembarangan harus dari hati, pake Bismillah”. Sontak yang lain termasuk saya bergantian mencoba menarik tuas tersebut seperti yang diinstruksikan si pemandu, dari hati, sambil baca Bismillah, meski si Gata menariknya tanpa Bismillah, karena dia seorang Kristian, sekedar penasaran. Tidak ada yang berhasil, ini seperti sayembara bagi yang berhasil menarik tuas ini akan dinikahkan dengan putri mas pemandu. Saya mulai curiga, asal tau aja, meski kedengerannya bodoh, tapi saya tadi sudah yakin akan bisa menarik tuas itu, saya menariknya dengan penuh perasaan, keyakinan, optimisme, ketulusan, dan keikhlasan, membaca Bismillah dengan khusyuk, namun tidak berhasil. Saya perhatikan si pemandu terus memegangi tuas yang tadi ditariknya. “Eng… mas, coba saya tarik yang itu”. Saya sambil menunjuk tuas yang dipeganginya itu. Ia lepas tangan sambil cengengesan. Saya menariknya, dan ternyata…. yak, anda benar, tahun gini gitu loh, masih ada aja yang begituan. Anda bisa menebak sendiri kelanjutannya.


But, wait a moment...


***


tangga menuju lantai... "duaaaaaa..." (sar*mi)
Kita diajak naik tangga menuju lantai atas. Suasana mulai gelap. Sesuai alur tadi, saya tidak mendengarkan penjelasan si pemandu, terlebih udah illfeel sama kejadian “tuas ajaib” tadi. saya sibuk muter-muter sama Danu.

suasana salah satu lokasi di lantai 2
Kemudian kita dibawa ke loteng, tidak tahu fungsi dulunya apa, kan saya tidak nyimak kata pemandu
nari balet malam-malam di loteng Lawang Sewu? Close enough!

Jeng! Jeng! Jeng! Acara klimaks! penjara bawah tanah….


Hanya orang kurang kerjaan yang melanggar caution diatas
Untuk masuk penjara bawah tanah kita harus bayar 10ribu lagi per kepala plus pemandu baru lagi 20 ribu #ngenes . 
saya beri judul foto ini : merogoh kocek dengan muka nanar

Untuk kebawah kita harus memakai sepatu boots karena seluruh ruangan penjara digenangi air.
tangga akses penjara bawah tanah
Kita berbaris berbanjar. Barisan depan (Tosa), tengah (Gata), dan belakang (Danu) bertugas memegangi senter. Si Danu ogah-ogahan baris paling belakang. Meski beda jauh, melihat posisi seperti itu saya jadi ingat chapter saat adegan tim Naruto mengejar Sasuke, mereka membentuk barisan berbanjar disusun berdasarkan skill masing-masing, Shikamaru paling depan dengan kemampuan insting dan analisanya, dan Neji paling belakang dengan penglihatan 360 derajat oleh byakugannya. Saya melihat Tosa yang gemar mendengarkan memang lebih cocok didepan bersama pemandu, Danu dengan sifatnya yang pecicilan sepertinya bisa meresist gangguan dari belakang dari miss kunti atau dari makhluk sejenis lainnya.

boots diobral! diobral! *jayus

Ket : itu bukan lg ngerokok, belagak doank


 Kita diperlihatkan tempat-tempat penyiksaan tahanan, mulai dari penjara jongkok (tahanan jogkok dalam petak-petak yang diisi air se-leher dan tahanan dibiarkan sampai mati), penjara berdiri (kalo yang ini bedanya tahanan berdiri dalam air yang seleher juga, dan lagi-lagi tahanan dibiarkan sampai mati), pintu saluran air, sampai lubang corong pembuangan mayat.
suasana di kota santri. eh, suasana di bawah tanah

alasan kenapa harus pake boots

di lubang ini tahanan yang sudah mati dibuang

Selesai keliling-keliling areal penyiksaan yang ternyata panjang juga, kita sampai di titik awal tadi. Anak-anak excited pengen uji nyali. Kami ditinggal bersama pengunjung lain, yaitu bersama 2 orang cewek yang kami temui disana. Kami berbaris persis di tempat uji nyali Dunia Lain episode Lawang Sewu yang fenomenal itu

Selingan :
Masih ingatkah kejadian penampakan disini?? Ada dua kali penampakan disini, saat uji nyali dan dimenit ke-7 di belakang presenter di atas tangga. Yang uji nyali dikabarkan meninggal setelahnya, hingga Dunia Lain diganti dengan Masih Dunia Lain. Dan episode Dunia Lain “Lawang Sewu” ini berhasil menggaet penghargaan tingkat asia (ah, kangen Dunia Lain)


uji nyali is over!
Pemandu naik kembali keatas meninggalkan kami, kemudian ia mematikan lampu dinding di ruangan kami. Blackout! Diawali oleh cewek-cewek tadi yang duduk di paling ujung arah kiri saya saling cekikikan, saya diam saja mendengarkan mereka cekikikan, Danu ikutan cekikian. Anak-anak  yang serius dan penasaran uji nyali sibuk ber-ssshhhh ssshhhhh… agar anak-agar yang berisik bisa diam. Kemudian hening, gelap total. Seketika itu saya bisa merasakan feeling orang-orang di acara uji nyali di tivi-tivi. Saya saja yang berada ditengah-tengah orang ber-8 rasanya sudah begini.  Saya jujur tiba-tiba mulai deg-degan, kalau ingat dulu saya suka nonton Uka-Uka Gentayangan tiap jam 12 malam di TPI (sekarang MNC). Disana sering ada penampakan juga, saya rasa itulah pioneer acara uji nyali sejenis Dunia Lain di Indonesia. Dulu pas SMP saya sering nonton acara itu sendirian malam-malam di ruang keluarga. Tidak jarang saya mematikan lampu. Kadang ada penampakan kadang tidak. Saya jadi penasaran jadi peserta uji nyali tsb. Kadang saya heran kenapa ada orang yang ke kamar mandi saja takut sama hantu, jalan malam-malam di tengah lorong sepi juga takut. Bahkan cowok pun juga tidak jarang. Saya dulu sering jalan sendirian di lorong rumah sakit tengah malam untuk mencegah kantuk saat menjaga nenek saya yang sedang sakit.
Niku, masih dg lokasi uji nyali
Dan di asrama saya yang sudah tua, ceritanya dulu sering ada penampakan di luar dilihat dari jendela, sekitar kamar mandi, sekitar pohon mangga dan jemuran. Saya hampir tiap malam sekitar jam 2-an selalu jalan sendirian ke kamar mandi, kemudian berak di WC paling ujung dekat jendela yang konon di zona luar sebelah jendela itulah para pendahulu penghuni asrama ini sering melihat yang aneh-aneh. Penasaran, kadang saya menoleh keluar jendela, untung-untung saya menemukan "sesuatu" itu, namun nihil. Kadang teman saya yang penakut di kunci di kamar mandi oleh teman lainnya yang suka jail, lalu lampunya dimatikan, dia berontak-berontak. Saya juga pernah jadi korban “tes takut setan” seperti itu, dikira saya takut gelap-gelapan sendirian di ruangan? ah, engga layau. saya santai aja, kadang saya lagi nyuci, ya sudah terpaksa saya meneruskan nyuci sambil gelap-gelapan, sampai mereka menyerah. Kadang saya juga berontak, ya abis saya pasitu baru aja selesai wudhu, orang mau shalat, jadi saya teriak-teriak ke mereka “Woy! Gue mau shalat Maghrib, dah mau Isya nih!!”. Mungkin merasa berdosa menghalangi niat orang ibadah, pintunya dibukain lagi. Soal yang horror-horor saya punya cerita sendiri, kapan-kapan cerita dicini ah! :3

Balik ke topik, disini saya mulai deg-degan, apa sebab? Bayangan putih datang dari sebelah kanan saya. Si Danu kaget. Ternyata ia juga merasakannya. Lalu dengan sigap menyalakan senternya kearah bayangan tadi, namun hilang seketika. Saya gelisah, serasa hidup saya terdesak. Saya berusaha mencegah bayangan-bayangan lain sebelum mereka dari dimensi lain itu benar-benar menampakkan wujud mereka. Saya mencegahnya dengan cekikikan sambil jokingan jayus agar suasana lebih rame. Saya tidak mau diam, “Pak, udah pak”. Ujar saya sambil melambai-lambaikan tangan persis di acara uji nyali tadi. Sampai akhirnya si pemandu sang penyelamat datang dan menyalakan lampu. Sebagian anak-anak terlihat ngedumel.

Kita balik lagi ke lantai atas, dalam hati saya kekeuh “Udah, cukup sekali itu saja”. Kita keliling lagi sebentar. Sayangnya gedung utama yang paling megah seantero komplek tidak dibuka untuk umum. Sepertinya gedung itu adalah kantor utama. Kita hanya bisa mengintipi dari luar lewat celah-celah pintu. Selesai leyeh-leyeh mengitari komplek lawang sewu tanpa pemandu, kita mampir di lokomotif yang di pajang di halaman depan. Tossa dan Tata naik ke atas, saya cukup duduk-duduk di bawahnya dan yang lainnya berdiri melihat dari bawah menyaksikan Tossa dan Tata. “Biarlah, kita serahkan malam ini sepenuhnya untuk mereka berdua” ujar Danu. Saya tidak terlalu memperhatikan perbuatan maksiat apa yang mereka perbuat diatas, saya duduk sendiri di bawah sibuk menikmati arsitektural bangunan utama. Tossa dan Tata memang sepertinya “eman-eman” untuk ditimbrungi, sejak keluar dari penjara bawah tanah tadi mereka berdua sepertinya lebih banyak memisahkan diri dari kita. Bahkan sebelum berduaan di atas lokomotif kita sempat nanya “kalian satu sekolah?”, “iya”, “satu kosan?”, “enggak”, “kenapa ga satu kos-an aja?”, “atau satu kamar?” imbuh yang lain. “pengennya sih gitu” jawab Tata.

ciee cieee...

***

Usai dari Lawang Sewu kita terjun ke Taman KB, mencari tempat makan untuk memenuhi permintaan si Danu yang dari tadi mengeluh kelaparan. “Taman KB? Taman Keluarga Berencana?” Danu penasaran. “bukan, taman buat yang ‘K’-nya berukuran ‘B’ ” Jawab Tossa nyengir, Saya cengengesan, si Danu bingung. Maaf, kalo soal ini radar saya memang kuat. Hehe… *nyengir

Selesai makan di foodcourt taman KB, (yang ternyata esoknya saya dikasih tahu kalo taman KB itu zona rawan perempuan jadi-jadian alias banci), anak-anak sibuk mengeluarkan motor dari parkir, sedangkan saya  tergopoh-gopoh menghampiri Danu, segera merampas tas-nya dan mengambil kamera di dalamnya karena di area parkir itu saya mendapati… TARAAAAAAA… ini dia!

vespa seribu sepion

tampak depan




Followers