Seperti biasa aku meminjam sepeda temanku untuk keluar jika jarak yg dituju agak jauh. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dari asramaku ke ATM terdekat lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan. ATM pertama yg kutemui ada di bank kantor cabang yang baru dibangun. Karena hari ini hari sabtu, kantor cabang baru tsb udah pasti tutup. ATM-nya tepat bersebelahan dengan bank tsb. Sayangnya pada layarnya bertuliskan “maaf ATM ini masih dalam perbaikan”. Terpaksa aku harus mengayuh sepeda lagi menuju ATM terdekat berikutnya. ATM yg kedua berada didepannya supermarket ******, hingga akhirnya penarikan tunai uang sejumlah 200ribu pun berhasil.
Sepanjang perjalanan pulang aku mencoba menoleh-noleh deretan bangunan di pinggir jalan, kalau-kalau ada tempat makan yg bagus buat dihinggapi (kayak serangga aja). Sebenarnya yang sudah menarik perhatianku sejak dari perjalanan pergi menuju ATM tadi adalah seonggok bangunan rumah makan padang yang lumayan besar, apalagi aku sedang benar-benar rindu sama makanan kampung halamanku itu. Sepanjang perjalanan pulang memang tidak ada yang bikin hati tergerak selain rumah makan “Minang XXX” (hehe… sensor maksudnya) ini. Akhirnya kuputuskan untuk makan disana, di kaca etalasenya tertulis “spesifik ayam pop”.
Nah, yang menariknya, tak terhitung semenjak aku lahir sampai sekarang aku sudah makan di berapa rumah makan (maksudku di rumah makan yang ada di padang umumnya, secara di padang gak ada yang namanya rumah makan padang, setiap rumah makan di padang sudah pasti rumah makan padang dengan masakan minang) di seluruh penjuru sumatera barat, apalagi ayahku orang yang suka makan di rumah makan, sampai-sampai beliau sudah banyak yg hafal nama rumah makan terbaik di setiap daerah di sumbar, otomatis aku sering wisata kuliner bersama keluarga, bahkan sering ketika aku diajak makan di suatu rumah makan di suatu kota di Sumbar yang baru pertama kali aku makan disana, pelayannya itu seperti sudah kenal betul dengan ayahku, dan juga sering hal seperti itu kejadian di kota lainnya, padahal aku baru pertama kali makan disana. Tapi emang sih, dimana saja aku makan bersama ayahku di rumah makan , makanannya pasti enak banget. Jika aku makan bersama ayah di rumah makan yang beliau pilih, aku keseringan nambah, “tambuah ciek!” hehe…
Dari sekian banyak dan tak terhitungnya rumah makan yang pernah aku kunjungi di Sumbar itu, aku belum pernah menemukan menu yang namanya ayam pop, loh kok?? Padahal ayam pop adalah makanan asli minang, percaya atau tidak akupun pertama kali dengar nama ayam pop lewat media semacam TV, buku, dan internet, itupun waktu aku udah SMA, dan semua media itu bilang kalau ayam pop itu masakan asli Padang. Sebagai orang minang malah aku tidak pernah dengar tentang ayam pop dikampung halamanku sendiri. Awalnya aku mengira ayam pop ini adalah ayam bumbu (ayam goreng dengan bumbu kelapa parut dkk) yang biasa aku temui di rumah makan di padang yang aslinya, eh, gak taunya untuk pertama kali aku melihat ayam pop yang aslinya itu penampilannya seperti ayam mentah yang dagingnya sampai kedalam-dalam udah matang gitu, kesannya berupa daging ayam yang dibumbui yang dimasak dengan cara direbus atau diuapkan, rasanya lumayan loh!
![]() |
ayam pop |
Di padang itu yang terkenal dan termasuk menu wajib di rumah makan pada umumnya adalah ayam bumbu, gulai, rendang, samba lado, dan selebihnya seperti dendeng batokok, anyang, ayam balado, asam padeh, pucuak parancih, apik ayam, dll…
![]() |
ayam bumbu |
![]() |
dendeng batokok |
Sebagai orang minang yang dari kecil tumbuh dan besar di daerah dimana tari piring berasal itu, aku yakin pasti kebanyakan orang padang dan kota-kota lainnya di Sumbar belum pernah makan ayam pop, dan aku yakin pastih masih banyak yang belum pernah dengar kata “ayam pop”, aneh kan aneh kan???