Saya yang awalnya tidak begitu interest sama yang berbau-bau
psikologi, sekarang mulai tertarik dengan aspek psikologi dari mata kuliah-mata
kuliah Sumber Daya Manusia di Manajemen. Saya punya rencana untuk membangun
blog khusus yang mambahasa tentang pelajaran di kuliah serta aplikasinya
sekalian buat belajar dan berbagi ilmu, baik itu keuangan, operasi, akuntansi,
ekonomi makro, SDM, pemasaran, bahkan pengetahuan umum diluar manajemen, apalagi
tentang sains, beuhh.. Pokoknya saya dari dulu pengen banget bangun blog baru
yang terpisah dari blog ini yang khusus berbagi ilmu gitu.. ditunggu aja.. hwehe..
***
Kata orang “Carilah pekerjaan yang sesuai hobi atau
kegemaran.”
Tapi tahukah kalian pada teori konsep motivasi ada yang
namanya “self-determination theory”. Ini berguna bagi manajer dan para pencari
kerja untuk dipertimbangkan. Self Determination Theory berpendapat bahwa
orang-orang lebih suka jika ia merasa memiliki kontrol terhadap tindakan mereka
sendiri. Jadi, jika suatu tugas yang sebelumnya hanya sekedar untuk dinikmati
kemudian berubah menjadi sebuah kewajiban, dimana kita melakukannya bukan lagi
atas kebebasan memilih untuk melakukannya, maka hal tersebut justru akan
meruntuhkan motivasi.
Supaya jelas, coba simak keluhan seseorang berikut:
“Kok aneh ya? gue dulu pernah jadi sukarelawan di Lembaga
Kemanusiaan yang menangani hewan-hewan liar buat dirawat dan bisa diadopsi
orang lain. Gue bahkan sampai menghabiskan 10 jam dalam seminggu buat kerja
sukarela disana dan gue seneng bingitzz tauuuk. Trus gue direkrut deh buat jadi karyawan
full-time tetapnya, digaji gitu. Sampai sekarang gue udah tiga bulan bekerja
sebagai karyawan tetap disana. Pekerjaan gue sama aja kaya sebelumnya, tapi kok
gue ga menemukan kegembiraan sebanyak dulu ya?”
Nah, coba dibaca lagi self-determination theory tadi, teori
tersebut cukup menjelaskan kenapa keluhan itu terjadi. Ketika orang dibayar
untuk bekerja, maka sangat minim ia akan merasakan bahwa itu adalah sesuatu
yang ingin mereka lakukan, tapi lebih kepada itu adalah sesuatu yang harus
mereka lakukan. Jadi tugas yang ia kerjakan tersebut bukan atas pilihan “gue
lagi pengen ngelakuin ini nih”.
Lalu, bagaimana caranya menerapkan teori ini pada imbalan
ekstrinsik (imbalan berbentuk fisik: gaji, bonus, hadiah, dll) dan imbalan
intrinsik (imbalan tidak berbentuk fisik tapi dapat dirasakan: jenjang karir,
lingkungan kerja, pekerjaan yang nyaman, dll)? Mungkin biasa aja sih kalo kita
melihat ada karyawan yang diberi imbalan ekstrinsik atas kinerja yang lebih
tinggi dari biasanya. Tapi apakah ia benar-benar merasakan sedang melakukan
pekerjaannya dengan baik? Karena bisa saja pencapaian nya itu karena ia tahu
bahwa itulah yang ‘diinginkan perusahaan’ tapi bukan dari ‘keinginan dia
sendiri’ untuk lebih unggul atau untuk mempunyai kompetensi lebih baik. Jadi ya
balik lagi ke keluhan diawal tadi, kamu dikasih imbalan ekstrinsik atas capaian
kinerja yang lebih tinggi apakah disebabkan karena kamu riang gembira dengan
apa yang kamu kerjakan atau kamu ngerasa “jadi perusahaan gue maunya gini toh,
yaudah kerjain aja”. Kalo kita bisa membaca novel selama seminggu penuh karena
tugas dari dosen bahasa Indonesia yang mewajibkannya, mestinya kita beranggapan
bahwa perilaku membaca kita didorong oleh sumber dari eksternal. Tapi kan beda
lagi kalo kita melakukan hal yang sama di saat liburan dan bukan karena tugas
dari siapapun, trus kita beranggapan bahwa “gue seneng nih baca novel ini,
ceritanya bagus.”
Tapi kak tapi… kan ada studi yang bilang bahwa imbalan
ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi kerjaaaa. Itu memang benar. Tapi kalo
kita kaji lebih luas lagi itu masih ada hubungannya sama self-determination
theory ini. Motivasi secara intrinsik juga memang dapat ditingkatkan dengan
imbalan selama imbalannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan
tersebut. Batas waktu dan standar kerja spesifik yang diberikan oleh
perusahaan-pun bukan selalu berdampak negatif selama (kembali ke
self-determination theory) karyawan tersebut yakin bahwa perilaku kerja mereka
masih dibawah kontrol mereka. Selama dalam kondisi-kondisi tersebut, dimana
karyawan masih memiliki kontrol akan pekerjaan dan imbalan, maka imbalan
spesifik pun juga akan memancing kreativitas. Imbalan dan batas waktu dan standar kerja
spesifik akan menghilangkan motivasi jika karyawan melihatnya sebagai paksaan
atau pengendalian.
Jadi, sebagai tips dalam memberikan imbalan kepada karyawan;
misalnya, pastikan bahwa seorang staf bagian penjualan benar-benar menyukai
kontrak kesepakatan pekerjaan yang ditandatanganinya (berisikan mengenai berapa
komisi yang ia dapat untuk setiap barang yang terjual), kalau dia sudah
setuju/sepakat dan dia senang, itu akan mendorong dia untuk bekerja dengan baik
dan ia akan melihat sejauh mana kompetensinya dibanding karyawan lain dalam
pekerjaan tersebut dilihat dari komisi yang diperolehnya dibanding karyawan
lain, disisi lain, itu menjadi pilihan dia alias bukan paksaan kepadanya untuk
meningkatkan kinerjanya.
Jadi gimana nih kalian para calon manajer? Bermanfaat ga
ilmunya? Sekian dulu.. Caoo…